Dalam menjalankan proses pengadaan barang/jasa, tentunya pembuat komitmen akan menemukan berbagai permasalahan, baik permasalahan dalam pemilihan vendor, permasalahan dalam pelaksanaan kontrak, maupun permasalahan pada proses serah terima hasil pekerjaan. Demikian pula, pelaksanaan pekerjaan pengadaan barang/jasa tanpa dilandasi sebuah Kontrak tertulis menimbulkan suatu permasalahan antara pemberi kerja dan pelaksana kerja. Permasalahan ini menimbulkan kesulitan bagi para pihak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya. Metode penelitian yang dilakukan yaitu penelitian yuridis normatif, dimana penelitian hukum dilakukan dengan cara meneliti kepustakaan dan/atau data sekunder berupa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah berikut perubahan-perubahannya, dan literatur dan bahan lain yang berhubungan dengan penelitian. Data tersebut kemudian dianalisis dengan metode kualitatif untuk memberikan penafsiran yang bersifat deskriptif. Karya ilmiah ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu: Pertama, timbulnya suatu perikatan akibat kesepakatan lisan sehingga atas perikatan tersebut telah timbul hak dan kewajiban masing-masing pihak yang menjadi undang-undang bagi kedua belah pihak. Kedua, tidak disepakatinya kontrak pengadaan barang/jasa membuat adanya suatu kekosongan hukum sehingga menimbulkan kesulitan bagi masing-masing pihak untuk menuntut haknya. Ketiga, konsekuensi hukum yang timbul terhadap para pihak akibat tidak ditandatanganinya kontrak pengadaan barang/jasa, diantaranya: kerugian secara materiil yang diderita pelaksana kerja akibat pelaksanaan pekerjaan yang belum dibayarkan oleh pemberi kerja, dan pemberi kerja tidak dapat melakukan pembayaran dikarenakan hal tersebut tidak memenuhi Standar Akuntansi Keuangan bagi sebuah korporasi.