Selama ini perempuan kerap dianggap sebagai makhluk lemah dan mudah disakiti, sehingga rentan menjadi target dalam suatu tindak pidana, seperti pencurian, penjambretan, pelecehan seksual, dan lain sebagainya. Selain itu, kebiasaan victim blaming dimana perempuan yang menjadi korban disalahkan dengan alasan tidak mampu menjaga diri juga masih sangat sering terjadi di kalangan masyarakat, seolah pertanggungjawaban untuk tidak terjadinya suatu tindak pidana mutlak terletak pada korban dan bukan pada pelaku. Banyaknya tindak pidana dimana perempuan menjadi korban dipengaruhi oleh kentalnya budaya patriarki yang masih hidup di Indonesia, sistem yang menempatkan laki-laki sebagai sentral dan pengambil keputusan sehingga membatasi peran perempuan dalam kehidupan. Budaya patriarki membuat anggapan bahwa perempuan lemah dan harus mengalah menjadi teori tidak masuk akal yang harus dihadapi oleh para perempuan di dunia dan termasuk di Indonesia. Saat ini, bahkan perempuan seringkali tidak dapat merasa aman di dalam rumahnya sendiri seiring dengan maraknya kasus tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi. Kekerasan dalam rumah tangga adalah kekerasan secara fisik, psikis, seksual, ekonomi, maupun penelantaran dimana korbannya seringkali adalah perempuan. Kekerasan dalam rumah tangga sering dianggap sebagai permasalahan pribadi yang membuat orang yang tahu hanya menonton dan ikut bergunjing tanpa melakukan upaya apapun untuk menyelamatkan korban. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang kaitan antara budaya patriarki dan kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan metode penelitian studi pustaka.