Indonesia adalah negara hukum seperti yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3). Tindak pidana atau kejahatan pembunuhan berencana pada kasus iniyang didalamnya ada pihak yang turut serta. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia mempunyai dua bentuk penyertaan yaitu, pembuat (dader) padapasal 55 KUHP, dan pembantu pada pasal 56 KUHP. Keputusan akhir Majelis Hakim menjatuhkan vonis sangat ringan kepada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) sudah berdasarkan ketentuan yang berlaku, padahal Bharada E merupakan pelaku eksekutor dalampembunuhan berencana Nopriansah Yosua Hutabarat. Penelitian ini merupakan jenis kualitatif melalui tinjauan kepustakaan. Adapun tahap-tahap dalam penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan sumber-sumber referensi, baik primer maupun sekunder. Dasar penelitian disusun berdasarkan fakta, observasi dan kajian literatur terkait topik yang dibahas kali ini. Putusan PN Jakarta Selatan Nomor 798/PID.B/2022/PN JKT.SEL terdakwa Bharada E adalah selaku pembantu dalam tindak pidana pembunuhan berencana. Akan tetapi, pada dakwan Jaksa Penuntut Umum Bharada E didakwa melanggar Pasal 340 KUHP junto Pasal 55 KUHP. Berdasarkan fakta-fakta persidangan Bharada E terbukti bersalah. Dalam penetapan Bharada E sebagai justice Collaborator tentunya menghadapi banyak problema. putusan Bharada E dipermudah dengan ditunjuknya dirinya sebagai Justice Collaborator (JC). bahwa JCmerupakan salah satu tersangka atau terdakwa pada suatu perkara pidana, dan bukan sebagaipelaku utama, dan dapat diminta untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam penyelesaian tindak pidana dan membuat terang suatu perkara yang direncanakan